Saturday, May 26, 2007

Social Life In The Villages Of Bali





Each Desa or Banjar is well organized and there is kind of village or Desa council in each village. This council is made of wise men or elders, of the village, is also chosen by popular vote and the Perbekel, or village head, is also chosen by the people. Most of the meeting are held in the Bale Banjar – the village hall- and well being of the village. Subject for discussion may range from the arrangements for the festivals, repairs to the village temple, difficulties in the keeping of peace and order in the village degrees from the central government and for local services, such as the school, bridges and roads.


Decisions at village level are communicated to the district head, who in turn reports back to the central government of the island. there is an island governor who in in turn is responsible to the central government of the Republic.
The village government is found on a primitive democratic system which is fundamental, indeed, to the whole structure of government. The primitive democracy is also expressed in the principle of gotong royong or co-operative selfhelp should a family wish to build a house they will receive help from those in the village not engaged in urgent work of their own. In turn, the family would assist their neighbours should the need arise. Such help is possible in a society which hasn’t yet become specialized, for each man in the village is still able to turn his hand to a variety of fast.


The sense of community is strong and family feeling predominates. This can be expressed harshly. Should a man commit a crime, he is banished from the village he has wronged and won’t be permitted ever to return.

Sunday, May 20, 2007

Metajen Diantara Hiruk Pikuk Masyarakat Bali

Metajen atau menyabung ayam adalah hiburan yang mentradisi di Bali. Bukan saja sekedar sabung, tetapi mengundang penonton untuk saling bertaruh, merupakan kejadian yang biasa. Ketika itu masih menggunakan uang kepeng. Pemenang mendapat uang taruhan setelah dipotong pajak untuk para petugas sabungan.
Ayam yang disabung biasanya diberi pisau di kakinya. Ayam yang mati dalam sabungan dianggap kalah. Para penyabung berdatangan dari segala penjuru. Biasanya arena sabung yang terkenal terjadi di Goa Lawah. Metajen ini sempat dilarang habis-habisan karena dianggap ajang judi. Namun masih saja ada masyarakat yang melakukannya.
Namun kini pemerintah daerah setempat kembali mengijinkan metajen untuk tujuan kepariwisataan. Metajen telah dibuat menjadi salah satu tourist destinition dan masuk dalam Tourism schedule. Dan semua unsur judi seperti uang taruhan dihilangkan disini. Jadi metajen murni hanya sebagi hiburan tanpa embel-embel judi. Tapi ini tidak menutup kemungkinan masyarakat Bali masih metajen dengan taruhan.
Ayam taruhan pun sangat diperhatikan kondisi fisiknya oleh pemilik ayam. Baik dari segi makanan, kebersihannya, bahkan mereka juga melakukan suatu ritual tertentu agar ayam taruhan mereka bisa menang.
Ditengah segala bentuk hiburan baru yang bermunculan, metajen masih merupakan yang terfavorit. Memang metajen sudah begitu mendarah daging di masyarakat Bali. Kalau berkunjung di perkampungan-perkampungan Bali, kita masih sering melihat masyarakat setempat metajen di area tempat tinggalnya. Para penonton bersorak-sorak mendukung ayam taruhannya.
Ya, metajen tidak bisa dihilangkan dari keseharian masyarakat Bali.

Asal Mula Desa Talebeng

Masih berkaitan dengan metajen, ada sebuah legenda tentang asal mula desa Talibeng yang berkaitan erat denga metajen.
Suatu hari di jaman dahulu kala di Goa Lawah, ada metajen antara 2 ekor ayam yang sama-sama jagonya. Ynag atu berwarna merah, yang satu putih. Suatu kesempatan, ayam merah mampu menancapkan pisau ke mata lawannya. Hal ini membuat ayam putih kehilangan akal. Lalu menyingkir meninggalkan arena.
Ayam merah terus mengejarnya. Akhirnya mereka berlari ke mulut Goa Lawah. Setelah berputar-putar di mulut goa, kedua ekor ayam itu terus memasuki goa yang gelap gulita. Akhirnya 2 petugas membuntuti ke dalam goa. Tetapi ayam yang saling bertaruh tadi, belum juga ditemukan.
Ketika mereka keluar dari mulut goa yang lain, mereaka melihat seorang anak muda sedang bekerja di kebun. Ketika ditanyakan kepadanya, ia mengatakan kedua ayam tadi telah ditangkap dan digulai oleh penduduk setempat.
Mendengar pengakuan itu, mereka lemah an pasrah. Karena kecapaian, mereka malas kembali ke Goa Lawah, lalu mereka menetap di kampung itu. Mereka menamkan tempat itu denga Salebeng. Sa, artinya ayam putih, lebeng artinya menjadi kuah. Salebeng kemudian menjadi Talebeng.

Saturday, May 12, 2007

MANIFESTATIONS OG BARONG DANCE

An unusual type dance drama is that depicting the mystical animal, The Barong. this animal is regarded as the guardian of the village, and during the play the danser wears a huge mask to represent it. There are several Barong plays, the Barong Ket, the Barong Macan, the Barong Landong and the Barong Bangkung. The Calnarang play is performed at the samae time as the Barong.

This tells the story of the witch, Rangda Girah. The story goes that during the reign ofKing Erlangga. There was a witch whom no one could defeat. thousand of people fell sick and died through her witchcraft and the village of the whole area went in fear with her. Only a certain priest, Empu Baradah could comabt her curse, she is killed, but the play is very exciting, and full of mystery and suspence which is kept up right to the end. The performance used to take place after midnight and in the torcchlight the bold figure of Rangda Girah is sometimes very frightening and breathtaking.

But now we can enjoy Barond dance in the morning everyday in Batubulan and Catur eka Budi, Kesiman and on Fridays in Puri Saren, Ubud.

Thursday, May 3, 2007



Intan on stage


One of the participant of Ogoh-Ogoh Festive



Journey to Penyu Island





Tenganan, Desa Adat Dalam Eksistensinya

Bali terkenal dengan beragam budayanya. Salah satu kawasan di Bali yang masih 100% mempertahankan segala awig-awig atau aturan adat adalah Desa Tenganan. Desa ini terletak di kawasan perbukitan Karangasem. Penduduk Bali asli atau yang disebut Bali Aga tinggal disini dengan segala ritual adat yang mereka patuhi.
Desa Tenganan terdiri dari 5 banjar, yaitu: Bukit Kauh, Bukit Kangin, Gumung, Dauh Tukad, dan Pegrisingan.
Penduduk setempat sangat trampil dalam menulis dan melukis di daun lontar. Beragam upacara adat tak pernah mereka lewatkan.
Meski pergeseran budaya mulai merambah Bali, namun masyarakat desa ini tetap mempertahankan segala keotentikan ritual adat sesuai dengan kepercayaan mereka.
Di desa ini penduduk setempat harus menikah dengan penduduk setempat pula, tidak boleh menikah dengan masyarakat luar. Bagi yang melanggar aturan, mereka harus tinggal di Banjar Pande bersama mereka yang terlahir cacat. Bagi yang sangat patuh pada awig-awig, tinggal di Banjar Kauh dan Bnjar Tengah. Tapi mereka semua tidak dibedakan dalam hal upacara adat dan kehidupan sehari-hari, hanya tempatnya saja yang berbeda.
Penasaran ???
Kalo ke Bali, jangan lupa mengunjungi desa Tenganan dan rasakan Bali yang benar-benar Bali.

UBUD....Bali Heaven

Kalo saya lagi di Bali saya selalu meluangkan waktu seharian mengunjungi rumah sahabat saya, Intan di Ubud. Intan seorang guru tari Bali dan guru membaca dan menulis di daun lontar. Dia membuka kursus menari di rumahnya setiap sore. Suaminya seorang pelukis Bali. Wah pokoknya keduanya kompak melestarikan budaya Bali.
Saya paling betah di rumahnya. Suasananya ituloh yang tenang banget. Rumah Intan terbagi dari beberapa pendopo khas Bali, beratap alang-alang, berdinding bata merah, serta daun pintu-pintunya berukir. Eksotik banget. Di sekeliling rumahnya terbentang sawah . Wow, hamparan sawah dan rerumputan menghijau memberi kesejukan jiwa apalagi pas sunset, romantiiiisss banget.
Begitulah, Ubud memang tempat yang menjanjikan sebuah eksotika alam jika kita benar-benar tahu bagaimana menikmatinya.
Walter Spies, seniman Jerman tinggal di ubud pada tahun 1927 hingga tahun 40an. Beliau adalah orang asing pertama yang menetap di Bali, disusul kemudian oleh Antonio Blanco, seorang pelukis yang terkenal dengan julukan 'Salvador Dali of Bali'. Bahkan beliau juga beristrikan penari Bali. Sejak saat itu jadilah Ubud yang semula sepi menjadi kawasan paling nyeni di Bali.
Ubud menjadi tempat yang wajib dikunjugi oleh para wisatawan terutama wisatawan Eropa. Banyak wisatawan berkata: ' Kuta is madness, Sanur is sterille, Nusa Dua is culturally isolated, and Ubud is the place to go'.
Sama dengan saya, melewatkan 1 hari di rumah Intan, duduk di halaman rumah, menikmati hamparan sawah, suara burung, sunset, diiringi alunan gamelan Bali, tarian elok murid-murid Intan sungguh suatu bahagia tak terkira.

Directions

To buy goods right from the source with reasonable price and high quality, we recommend the following places for:

  • Antiques : Batubulan to Batuan road
  • Art : Ubud & surrounds, Lotunduh
  • Ceramics : Campuhan, Kapal, Tabanan
  • Clothes & Fashion : Galuh (Celuk), Uluwatu Lace (Kuta, Sanur, Ubud), Legian
  • Furniture : Kerobokan, Seminyak, Jimbaran, Ubud
  • Jewellery : Ubud, Celuk for gold & silver. Atlas South Sea Pearl (Sanur), The Bali Pearl (Teluk Terima) for pearl
  • Masks : Singapadu, Batuan, Mas
  • Puppets : Klungkung, Sukawati, Peliatan
  • Stone Carving : Batubulan
  • Textiles : Sidemen, Kampunggelgel & Klungkung Market, Batuan, Negara, Sukawati for prada, Ubud for Batik Bali, Tampaksiring for 'ikat' weaving, Tempuran for Geringsing
  • Wood carving : Mas, Kemenuh, Buruan, Tegallalang, Pujung, Nyuhkuning
  • Aromatheraphy oils & incense : Ubud Art Market
  • Spa Product : Spa Factory Bali (Jimbaran)